Senin, 03 November 2008

ANTAR MUKA SISTEM FILE DI SISTEM OPERASI

BAB I
ANTAR MUKA SISTEM FILE DI SISTEM OPERASI
1.1 Sistem file di sistem operasi
Pengelolaan file, biasanya terdiri dari :
1. Sistem akses.
Berkaitan dengan bagaimana cara data yang disimpan pada file diakses.
2. Manajemen file.
Berkaitan dengan penyediaan mekanisme operasi pada file seperti :
o Penyimpanan.
o Pengacuan.
o Pemakaian bersama.
o Pengamanan.
3. Manajemen ruang penyimpan.
Berkaitan dengan alokasi ruang untuk file di perangkat penyimpan.
4. Mekanisme integritas file.
Berkaitan dengan jaminan informasi pada file tak terkorupsi.
Program dapat mengakses file di sistem melalui sistem manajemen basisdata
(DBMS) ataupun secara langsung melalui fasilitas yang disediakan sistem
operasi. Umumnya, sistem operasi menyediakan :
o Manajemen file.
o Manajemen penyimpanan file.
o Mekanisme integritas.
DBMS umumnya memuat bagian berikut :
o Database enginei, diantaranya mekanisme integritas.
o Sistem akses.
DBMS menggunakan fasilitas yang disediakan sistem operasi untuk
memberikan layanan-layanannya. Mekanisme integritas merupakan masalah
yang dilakukan baik di tingkat sistem operasi maupun di DBMS. Hanya
sistem operasi tertentu, yaitu sistem operasi yang dikhususkan untuk
basisdata yang secara langsung menyatakan sistem akses di sistem operasi
agar diperoleh kinerja yang lebih bagus. Kebanyakan sistem operasi hanya
menyediakan fasilitas pengelolaan umum yang akan digunakan perangkat
lunak aplikasi diatasnya.
1.1.1 Model organisasi I / O
Manajemen perangkat I/O di sistem operasi.
Device driver.
Merupakan lapisan terbawah, berkomunikasi dengan perangkat secara
langsung,
bertanggungjawab memulai operasi I/O dan memproses penyelesaian permintaan
I/O. Pada operasi file, perangkat yang biasa dipakai adalah disk atau tape.
Device driver merupakan bagian manajemen I/O.
> Sistem file di sistem operasi.
Sistem file dasar.
Merupakan interface utama dengan perangkat keras. Lapisan ini berurusan
dengan blok-blok data yang dipertukarkan antara sistem dengan disk dan
tape. Lapisan ini berfungsi dalam penempatan blok-blok data diperangkat
penyimpanan sekunder dan buffering blok-blok data itu di memori utama.
Lapisan ini tidak berkaitan dengan isi data atau struktur file. Sistem
file dasar merupakan bagian sistem operasi.

Abstraksi file dan direktori.
Sistem file memberikan abstraksi ke pemakai berupa file/direktori.
Pemakai yaitu manusia ataupun proses tidak lagi berkaitan dengan blok-
blok data melainkan beroperasi terhadap abstraksi file dan / atau
direktori.

Operasi-operasi terhadap file dan direktori.
Kumpulan system call dan / atua pustaka untuk manipulasi file dan
direktori.
Sistem akses dan/atau sistem manajemen basisdata.
Metode akses merupakan lapisan terakhir. Lapisan ini menyediakan
interface standar antara aplikasi-aplikasi dan sistem file serta
perangkat yang menyimpan data. Metode-metode pengaksesan yang berbeda
merefleksikan struktur file berbeda dan cara-cara pengaksesan dan
pemrosesan yang berbeda.
Metode-metode pengaksesan yang paling terkenal, antara lain :
>> File pile (pile file).
>> File sekuen (sequential file).
>> File sekuen (index-sequential file).
>> File berindeks majemuk (multiple-indexed file).
>> File ber-hash (hashed file).
>> File multiring (multiring file).

1.2 KONSEP FILE
File adalah kumpulan informasi yang berhubungan dan
tersimpan dalam secondary storage
1.2.1 Penamaan file
Penamaan untuk file.
Pemakai mengacu file dengan nama simbolik. Tiap file di sistem harus
mempunyai nama unik agar tidak ambigu. Penamaan file dengan nama
direktori tempat file memberi nama unik. Tidak diperbolehkan nama
file yang sama di satu direktori.
Penamaan file berbeda sesuai sistem. Terdapat dua pendekatan, yaitu :
>>> Sistem yang case sensitive.
Sistem membedakan antara huruf kecil dan huruf kapital.
>>> Sistem yang case insensitive.
Sistem tidak membedakan antara huruf kecil dan huruf kapital.
Saat ini, penamaan cenderung dapat menggunakan nama file panjang
karena deskriptif.
Ada sedikit perbedaan antara file di DOS/Windows dan Linux, terutama yang
berkaitan dengan
penamaan file.
Perbedaan tersebut antara lain:
Pada Linux, Anda dapat menggunakan nama file yang panjang (hingga 256 karakter)
Nama file di Linux bisa memiliki lebih dari satu titik, misalnya data1.txt.bak
Huruf besar dan huruf kecil pada perintah dan nama file adalah berbeda. Misalnya,
data.txt adalah berbeda dengan DATA.TXT
Tidak ada ekstensi wajib seperti .EXE untuk program atau .BAT untuk batch file. File
yang dapat dieksekusi (executable file) akan ditandai dengan tanda asterix (*)
Nama file maksimal terdiri dari 255 karakter berupa alfanumerik dan beberapa
karakter spesial yaitu garis bawah, titik, koma dan lainnya kecuali spasi dan karakter
“&”, “;”, “|”, “?”, “`”, “””, “’”, “[“, “]”, “(“, “)”, “$”, “<”, “>”, “{“, “}”, “^”, “#”, “\”,
“/”. Linux membedakan huruf kecil dengan huruf besar (case sensitive). Contoh nama
file yang benar :
Abcde5434
3
prog.txt
PROG.txt
Prog.txt,old
report_101,v2.0.1
5-01.web.html

1.2.2 Atribut file
Informasi tambahan mengenai file untuk memperjelas dan membatasi
operasi-operasi yang dapat diterapkan dan dipergunakan untuk
pengelolaan file.
Tabel berikut menunjukkan atribut-atribut di file.



1.2.3 Tipe file
Tipe file.
Terdapat tiga tipe file di sistem operasi, yaitu :
>>> Reguler.
File berisi informasi, terdiri dari file ASCII dan biner.
File ASCII berisi baris teks. File biner adalah file yang bukan
file ASCII. Untuk file biner eksekusi (exe) mempunyai struktur
internal yang hanya diketahui sistem operasi. Untuk file biner
hasil program aplikasi, struktur internalnya hanya diketahui
program aplikasi yang menggunakan file tersebut.
>>> Direktori.
File direktori merupakan file yang dimiliki sistem untuk
mengelola struktur sistem file. File direktori merupakan file
berisi informasi-informasi mengenai file-file yang termasuk
dalam direktori itu.
>>> Spesial.
File spesial merupakan nama logik perangkat I/O. Perangkat I/O
dapat dipandang sebagai file. Pemakai dihindarkan dari kerumitan
operasi perangkat I/O.
File in terbagi dua, yaitu :
ž File spesial karakter.
Berhubungan dengan perangkat I/O aliran karakter. File ini
memodelkan perangkat I/O seperti :
Ø Terminal.
Ø Printer.
Ø Port jaringan.
Ø Modem.
Ø Dan alat-alat yang bukan penyimpan sekunder.
ž File spesial blok.
Berhubungan dengan perangkat I/O sebagai kumpulan blok-blok
data (berorientasi blok).

1.2.4 Operasi - operasi terhadap file
Operasi-operasi terhadap file.
Beragam operasi dapat diterapkan pada file, seperti operasi-operasi
berikut :

1.3 Direktori
1.3.1 Hirarki Direktori
Hirarki direktori.
Kebanyakan sistem menggunakan hirarki direktori atau berstruktur pohon.
Terdapat satu direktori master (root) yang didalamnya dapat terdapat
subdirektori-subdirektori. Subdirektori dapat membuat subdirektori-
subdirektori berikutnya, demikian seterusnya. Penamaan direktori sama
aturannya dengan penamaan file karena direktori adalah file yang
mempunyai arti khusus. Direktori diimplentasi dengan file.

1.3.2 Nama jalur pengaksesan
Jalur pengaksesan (path name).
Bila sistem file diorganisasikan dengan pohon direktori,maka diperlukan
cara menspesifikasikan nama file. Masalah penamaan file diselesaikan
dengan penamaan absolut dan penamaan file relatif.
Terdapat dua jalur, yaitu :
a. Nama jalur absolut (absolute pathname).
Nama jalur dari direktori root ke file, selalu dimulai dari
direktori root da nakan bernilai unik.
b. Nama jalur relatif (relative pathname).
Jalur relatif terhadap direktori kerja/saat itu (working atau
current director). Pemakai dapat menyatakan satu direktori sebagai
current directory. Nama jalur yang tidak dimulai direktori root
berarti relatif terhadap current directory.

1.3.3 Perintah manipulasi direktori
Perintah-perintah memanipulasi direktori.
Meliputi perintah :
ž Pindah direktori.
ž Penciptaan direktori.
ž Penghapusan direktori, yang mensyaratkan :.
* Direktori tidak sedang digunakan.
* Direktori telah kosong.

Operasi pada direktori.
Beragam operasi dapat diterapkan pada direktori seperti pada file.
Tabel berikut menunjukkan operasi-operasi yang khusus beroperasi pada
direktori, sebagai berikut :


DAFTAR PUSTAKA
1. Hariyanto, Bambang, Ir., Sistem Operasi, Penerbit Informatika, Bandung,
1999
2. Tanenbaum, Andrew S., Modern Operating Systems, Prentice Hall Inc., 1992
3. http://kuliah.dinus.ac.id/ika/asi1.html
4. http://kambing.ui.edu/bebas/v06/Kuliah/SistemOperasi/BUKU/bahan/bahan-
bab6.pdf
5. http://om4gus.blogspot.com/2007/12/perintah-dasar-dos-untuk
6. http://www.sorsawo.com/journal/struktur-file-dan-direktori-di-linux

INDONESIA DALAM GENGGAMAN NON-STATE ACTOR

INDONESIA DALAM GENGGAMAN NON-STATE ACTOR


Indonesia, adalah sebuah negara yang kaya akan sumberdaya alamnya sehingga diperkirakan sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya, namun Indonesia menjadi negara yang terlihat miskin karena tidak didukung oleh sumberdaya manusia yang cukup baik untuk mengolah sumberdaya alam trsebut seefektif dan seekonomis mungkin. Sehingga Indonesia menjadi salah satu sasaran empuk bagi banyak negara-negara maju untuk dijadikan sebagai sasaran pemasaran bagi produk-produk mereka.
Indonesia adalah termasuk salah satu negara yang memiliki struktur domestik yang lemah karena dilihat dari struktur sosialnya, Indonesia sangat banyak memiliki organisasi sosial sehingga masyarakat dapat mengontrol pemerintah dan melakukan diskusi dengan pemerintah mengenai suatu kebijakan yang akan di terapkan. Selain itu, dari sisi struktur pemerintahannya juga menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat karena adanya fragmentasi kekuasaan yang berarti kekuasaan di Indonesia di pegang oleh banyak orang, dengan maksud supaya Indonesia dapat menjadi negara yang demokratis. Namun karena masyarakat belum memahami benar bagaimana cara berdemokrasi dan menjadi negara demokratis yang benar, sehingga ini mengakibatkan struktur pemrintahan di Indonesia malah menjadi lemah terhadap serangan politik dari negara-negara luar. Ditambah lagi policy networks yang tidak bekerja terlalu baik dalam mengkomunikasikan aspirasi rakyat kepada pemerintah karena biasanya mereka lebih mementingkan kebutuhan partai mereka sendiri daripada kebutuhan rakyat.
Dari analisis di atas, saya menyimpulkan bahwa aktor-aktor non-state mudah masuk ke Indonesia, baik melalui struktur pemerintahan maupun struktur sosialnya. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pasar yang sangat disenangi oleh para aktor-aktor non-state tersebut. Namun ini akan bom waktu akan kehancuran bangsa Indonesia yang terus-menerus berada dalam genggaman aktor-aktro non-state tersebut. Karena masuknya non-state aktor tersebut bukanlah sekedar masuknya perusahaan asing ke Indonesia saja, karena secara tidak sadar kita juga menjadi korban perampokan secara terang-terangan oleh perusahaan-perusahaan asing tersebut. Karena sebagian besar perusahaan-perusahaan nonstate tersebut adalah milik negara-negara maju seperti AS, Jepang, Inggris, dan Jerman.
Kemunculan gerakan civil society (NGO’s) plus people power yang mengglobal, akibat tekanan global di satu pihak dan kran demokrastisasi yang mengglobal di pihak yang lain, bukanlah sesuatu yang tidak mengancam bagi negara-negara demokrasi yang berkomitmen mempertahankan agenda demokrasi. Melainkan, “sebuah gerakan” yang lambat-laun akan terus bermetamorfosis menjadi sebuah revolusi social (politik), seiring dengan terbatasnya energi kesabaran mayoritas warga dunia (negara-negara miskin dan berkembang) dan semakin mengguritanya kekuatan kapitalis global menghisap sumberdaya ekonomi dari warga dunia tersebut. Termasuk dalam hal ini adalah Indonesia sebagai “pasien” dari agen utama kapitalis global.
Menjamurnya NGO karena adanya perkembangan ekonomi, sosial, dan politik baik tingkat global maupun nasional, tidak menjadi persoalan bahkan dalam kondisi tertentu memang sebuah langkah yang tepat. Yang menjadi persoalan adalah jika tumbuhnya hanya disandarkan dengan semakin meningkatnya dana bantuan asing. Dana bantuan dari lembaga-lembaga non pemerintah yang berasal dari Eropa atau Amerika, mempunyai kepentingan masing-masing dalam penyaluran dana tersebut. Mereka menggunakan NGO lokal sebagai mitra untuk mewujudkan kepentingan tersebut. Ada yang secara sungguh-sungguh membantu dalam bentuk financial, kerjasama dalam jaringan advokasi, maupun penguatan grassroot. Tapi banyak pula yang bantuan tersebut sebagai langkah untuk meratakan jalan bagi kepentingan agenda neoliberalisme. Dalam hal ini, mungkin perlu menengok warning dari James Petras soal agenda terselubung ini. Dalam tulisan “ Imperialisme and NGO in Latin America” Petras menyebutkan bahwa antara NGO dan lembaga penganjur neoliberalisme seperti World Bank terdapat kesamaan dalam melawan kekuasaan di tangan negara.
Pendulum kekuasaan dalam beberapa dekade ini telah berubah, sehingga pandangan dan strategi gerakan juga perlu diubah. Pada awal kemunculan NGO, memang kondisi sosial politik dan juga ekonomi di negara selatan masih bertumpu pada kekuasaan negara diktator, sehingga arah bidikan NGO juga ke negara. Maka waktu itu program yang ramai adalah bagaimana mengontrol kekuasaan negara, tuntutan pers yang bebas, tuntutan kebebasan berorganisasi, advokasi terhadap kekerasan negara, dsb. Sekarang pendulum kekuasaan telah beralih ( tentu tidak sepenuhnya) ke perusahaan-perusahaan multinasional (MNC &TNC) yang mempunyai modal yang besar untuk mempengaruhi kebijakan negara, mempreteli kekuasaan negara, dan pada akhirnya mendikte negara. Dengan kekuasaan yang demikian besar, TNC tersebut bisa membayar aparat keamanan negara untuk menjaga kepentingan mereka. Bahkan, melalui tekanan yang demikian kuat mereka berhasil membujuk dan memaksa pemerintah untuk mengikuti kemauan mereka, yang padahal itu akan menyengsarakan rakyat sendiri. Mungkin kasus Freeport dan Blok Cepu bisa dijadikan contoh soal pendulum kekuasaan yang telah berubah.
Dari 50 MNC terkenal, 21 berbasis di Amerika Serikat yang menguasai 54% dari total penjualan dunia, disusul dengan Jerman 10 %, Inggris 9%, Jepang 7%, Perancis 6% dan Belanda 5%.Sepertiga dari perdagangan dunia didominasi oleh MNC, yang ternyata melakukan perdagangan di antara mereka sendiri. PBB memperkirakan 50% dari ekspor AS terjadi di antara MNC mereka sendiri, sementara Inggris mencapai 30%-nya. Ketika pelaku bisnis bertindak bersamaan sebagai pembeli dan penjual, maka mekanisme pasar tidak dapat diterapkan terhadap mereka. Karena si pengusaha dapat menentukan harga menurut selera mereka sendiri. Melalui mesin-mesin globalisasi di atas, maka para negara maju semakin memperkokoh hegemoni mereka untuk mengatur dan mengontrol sumber-sumber (resources) di dunia. Lewat tangan WTO, mereka mengatur kebijakan perdagangan dunia; lewat tangan lembaga keuangan multilateral, mereka dapat menentukan negara-negara dan siapa saja yang dapat menikmati kucuran uang lembaga keuangan itu. Lewat aturan IMF, mereka dapat menekan negara-negara untuk mengikuti ‘resep’ mereka: deregulasi, privatisasi, dan liberalisasi.

Tekanan deregulasi yang diusung setiap kali akan memberikan pinjaman, sesungguhnya lebih untuk memaksa negara-negara berkembang dalam menyesuaikan aturannya dengan ‘kehendak’ negara-negara maju. Lewat kebijakan WTO misalnya, pemerintah-pemerintah negara berkembang harus menyesuaikan aturan nasional mereka yang berkenaan dengan Hak Cipta. Salah satu kritik utama atas kebijakan hak cipta dalam WTO adalah tidak mengakuinya hak-hak cipta yang dilakukan oleh petani local ataupun masyarakat adat (indigenous peoples).sehingga tidak ada perlindungan ekonomi atas ciptaan mereka.

Sementara lewat desakan IMF yang biasanya tertuang tertuang dalam LOI (Letter of Intent) aturan-aturan perpajakan yang mendukung pasar bebas diterapkan, Demikian pula aturan-aturan yang dianggap menghambat kepemilikan global atas sumberdaya alam harus pula diubah. Indonesia telah cukup lama mengalami tekanan IMF, dengan dipaksa lahirnya UU Kehutanan dan UU Migas, dan UU tentang ketenagalistrikan. Warna ketiga UU di atas sangat jelas menuju pada pembongkaran monopoli negara atas sumber daya alam, dengan mengijinkan swasta untuk turut mengelola sumber tersebut.

Syarat-syarat adanya deregulasi, privatisasi dan liberalisasi adalah syarat dasar yang ditekankan oleh aliran pendukung neo-liberal, yang sekarang menguasai perekonomian dunia. Setelah tekanan untuk mengadakan aturan-aturan hukum yang mendukung pasar bebas, langkah selanjutnya adalah mendorong swastanisasi. Desakan swastanisasi perusahaan-perushaan milik negara (BUMN) dengan segala dalihnya semakin menguat di Indonesia. Dari 14 BUMN yang akan diswastakan, sangat terlihat bahwa yang mendapat prioritas untuk diswastakan adalah BUMN yang menguntungkan, seperti PLN, Angkasa Pura (pengelola jasa Bandar udara), Telkom, PAM (air minum), BCA dan Bank Niaga (jasa perbankan) dan industri semen (Semen Padang, Semen Gresik dan Semen Tonasa). Yang luput dari proses swastanisasi di Indonesia adalah tidak adanya aturan yang baku sebagai batasan kerja, apalagi desain strategi swastanisasi yang transparan, partisipatif dan akuntabel. Maka tidak aneh, jika setiap hari unjuk rasa anti swastanisasi terus berlangsung.

Sektor pertambangan adalah lumbung rejeki yang selama ini memperbesarkan kantong2 imperialis, sejak jatuhnya rejim nasionalis Soekarno dan Soeharto naik; sektor pertambangan telah menjadi upeti utama bagi imperialis; masuknya Freeport tahun 1968, Newmont, Astra International, ExxonMobil, Shell, Petronas, Total, Chevron, dan Texaco semakin menjelaskan kuatnya dominasi imperialisme Indonesia dan merampas kedaulatan negara kita. Legitimasi lewat Undang-Undang Migas tahun 2001 untuk memberi keleluasaan MNC/TNC Migas untuk menjarah kekayaan Migas kita.

Konglomerasi para pengusaha makanan asing di Indonesia juga dapat membahayakan pola konsumsi. Mereka memasarkan minuman soft drink, junk food, dan memasarkan minuman beralkohol atau rokok yang tidak layak dikonsumsi. Nestle yang berbasis di Swiss diduga kuat telah merusak pola konsumsi bayi di negara ketiga dengan memaksa minuman susu formula, dan baru-baru ini memakai bahanbahan transgenic. Etika para konglomerat global ini juga patut dipertanyakan, karena selalu didasarkan prinsip ekonomi: “Memberi sedikit mungkin, mendapat sebanyak mungkin”. Investigasi yang dilakukan kongres Amerika ditahun 1977 menyingkap 360 pengusaha di Amerika yang mengakui telah menyogok negara-negara asing dimana mereka beroperasi. Lebih buruk lagi, kadang mereka membantu rezim setempat untuk urusan politik. Shell –perusahaan minyak Amerika-- mendukung rezim militer, demikian pula Mobil Oil di Aceh yang mengijinkan arealnya dipakai sebagai basis militer.

Dari penjabaran di atas sudah menunjukkan bahwa masuknya aktor-aktor non-state ke Indonesia tidak hanya untuk melakukan bisnis semata saja, melainkan adalah jalan lain bagi para negara-negara maju untuk sedikit demi sedikit menguasai kedaulatan negara Republik Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Mungkin ini bisa dikatakan sebagai nasib menjadi negara berkembang yang miskin, selalu serbasalah dalam mengambil keputusan. Di satu sisi pemerintah membutuhkan dana bantuan dari negara-negara maju untuk mensejahterakan kehidupan rakyat Indonesia, namun di sisi lain Indonesia harus menanggung resiko dari pinjaman tersebut yaitu menjadi pion dari negara-negara maju yang justru menyengsarakan rakyat Indonesia. Ini membutuhkan perjuangan kita bersama untuk merubah keadaan Indonesia saat ini, dan itu adalah tugas seluruh rakyat Indonesia.

Duit di Internet

boss-mails.com boss-mails.com

Cari Duit Pake klikrupiah.com

Cari Duit di Internet